Feeds:
Pos
Komentar

Archive for the ‘Biografi’ Category

Sekelumit Prof. Dr (H.C) Miriam Budiardjo, M.A

Prof. Dr (H.C) Miriam Budiardjo, M.A, lahir di Kediri tangal 20 Nopember 1923, meninggal di Rumah Sakit Medistra, Jakarta, akibat menderita komplikasi pernapasan dan gagal ginjal. Sejak 1 November 2006, perempuan diplomat pertama yang pernah bertugas di New Delhi, India, dan Washington DC, Amerika Serikat (AS), itu sempat beberapa kali dirawat inap di RSCM dan RS Medistra. Beliau, dimakamkan Selasa 9 Januari 2007 pukul 10.00 di TPU Giritama, Desa Tonjong, Kecamatan Bojonggede, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Ibu Miriam,  meninggalkan seorang putri, Gitayana Prasodjo dan dua cucu. Suaminya, Ali Budiardjo (mantan Sekretaris Jenderal Departemen Pertahanan), berpulang tahun 1999.

Semasa hidupnya, beliau banyak memberikan kontribusi bagi masyarakat, bangsa, dan negara. Sebelum penugasan pada perwakilan RI di New Delhi, India (1948-1950), dalam rangka perjuangan kemerdekaan, beliau diperbantukan pada Sekretariat Perundingan Linggarjati dan Perundingan Renville. Kemudian beliau ditempatkan di Kedubes RI di Washington (1950-1953) sebagai Sekretaris II sambil meneruskan studi pada Graduate School, Georgetown University, dengan memperoleh MA dalam Ilmu Politik pada tahun 1955 dan mengikuti kuliah di Harvard University (1959-1961).

 Beliau pernah menjabat sebagai Pembantu Dekan I dan kemudian menjadi Dekan FISIP UI (1974-1979). Beliau juga pernah menjabat sebagai Wakil Ketua I Komnas HAM (1993-1998). Pada tahun 1999, beliau terpilih menjadi anggota Tim Sebelas (Tim Persiapan Komisi Pemilihan Umum) dan anggota Panwaslu. Hingga di usiannya yang ke 81, beliau masih memberi kuliah di beberapa perguruan tinggi antara lain Program Studi Kajian Ilmu Kepolisian, Program Pasca Sarjana Universitas Indonesia dan Jurusan Ilmu Ilmu Politik (FISIP-UI).

 Beberapa karyanya yang pernah diterbitkan di antaranya adalah Dasar-dasar Ilmu Politik; Perkembangan Ilmu Politik di Indonesia; Demokrasi di Indonesia; Menggapai Kedaulatan untuk Rakyat; Partisipasi dan Partai Politik; Masalah Kenegaraan; Simposium Kapitalisme; Sosialisme; dan Demokrasi; Aneka Pemikiran tentang Kuasa dan Wibawa; dan Teori-teori Politik Dewasa ini.

 Ibu Miriam pernah memperoleh tiga tanda jasa, yaitu Bintang Jasa Utama pada tahun 1975 untuk pengabdian kepada Republik Indonesia selama masa perjuangan kemerdekaan; Bintang Mahaputera Utama pada bulan Agustus 1998, dan Bintang Jasa Utama pada bulan Agustus 1999 atas pengabdiannya sebagai Anggota Tim Sebelas (Tim Persiapan Komisi Pemilihan Umum).

 Disampaikan pada acara Miriam Budiardjo Lectures “Perkembangan Ilmu Politik Kontemporer di Indonesia”, di Widya Graha LIPI, Selasa 11 Maret 2008.

Sumber http://www.aipi-politik.org/kolom-aipi/220-sekelumit-prof-dr-h-c-miriam-budiardjo-m-a

 

 

Read Full Post »

Sekelumit Dr. Alfian

SEKELUMIT DR. ALFIAN

Ditulis oleh: Prof. Dr. Syamsuddin Haris
Disampaikan pada acara Alfian Lectures “Perkembangan Ilmu Politik di Indonesia”. Jakarta, 17 Maret 2005

Doktor Alfian, penggagas dan salah seorang pendiri Asosiasi Ilmu Politik Indonesia (AIPI) meninggalkan kita dan dunia yang fana ini dalam usia 52 tahun pada 25 November 1992, hampir tigabelas tahun yang lalu. Suami dari Magdalia (Melly) yang belum dikaruniai anak ini meninggal setelah beberapa waktu dirawat usai menjalani operasi jantung di Jerman. Siapa sebenarnya Alfian dan bagaimana kiprahnya semasa hidup, jelas terlihat dari kehadiran beragam kalangan di rumah duka dan pada saat pemakaman almarhum. Presiden Soeharto, sejumlah menteri, pimpinan lembaga tinggi negara, anggota DPR, politisi, tokoh masyarakat, dan para akademisi menyempatkan hadir untuk melayat serta memberikan penghormatan terakhir.

 Dilahirkan di Solok, Sumatera Barat, pada tanggal 9 Oktober 1940, Alfian adalah salah seorang pionir perkembangan ilmu politik di Indonesia. Alfian meraih gelar doktor (Ph.D)  ilmu politik dalam usia sangat muda, yakni 28 tahun, dari University of Wisconsin, Amerika Serikat pada 25 Januari 1969. Putera Minang yang tamat Sekolah Rakyat di Solok, sekolah menengah pertama di Lampung, dan sekolah menengah atas di Jember (Jawa Timur) ini, menyelesaikan sarjana mudanya di Fakultas Sosial Ekonomi dan Politik Universitas Nasional. Alfian merupakan doktor ilmu politik kedua yang dimiliki Indonesia setelah Prof. Dr. Deliar Noer –seniornya di Universitas Nasional.

 Setelah kembali dari Wisconsin, Alfian mengabdikan hidupnya untuk mengembangkan ilmu politik di Indonesia melalui profesinya sebagai peneliti di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, dan sebagai staf pengajar pada Departemen Ilmu Politik, Fakultas Ilmu-Ilmu Sosial, Universitas Indonesia. Di LIPI, Alfian pernah menjabat sebagai Direktur LRKN (Lembaga Research Kebudayaan Nasional) periode 1980-1985, setelah sebelumnya menjadi Asisten Direktur LEKNAS (Lembaga Ekonomi Nasional). Sejak 1986 hingga menjelang akhir hayatnya, Alfian adalah Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Politik dan Kewilayahan LIPI. Sementara itu di Universitas Indonesia, selain sebagai staf pengajar, Alfian pernah menjadi Ketua Departemen Ilmu Politik dalam waktu yang cukup lama (1976-1982).

 Dalam konteks kajian politik, Alfian adalah perintis penelitian-penelitian politik sekaligus menjadi Kepala Pusat-nya yang pertama di LIPI. Sedangkan dalam konteks pengajaran ilmu politik, bersama-sama Prof. Miriam Budiardjo, Alfian ikut merintis pengembangan jurusan dan kurikulum pengajaran ilmu politik melalui Departemen Ilmu Politik yang pernah dipimpinnya di UI. Pada periode ini, Alfian menerbitkan buku kecil, Political Science in Indonesia (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1979) yang turut mengukuhkannya sebagai salah seorang perintis perkembangan ilmu politik. Buku tersebut, yang kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh penerbit yang sama (Perkembangan Ilmu Politik di Indonesia, 1980), merekam perkembangan ilmu politik yang masih sangat muda di Tanah Air.

Selain meniti karir di dunia akademik sebagai peneliti dan dosen, Alfian adalah seorang praktisi politik dan juga birokrat sekaligus. Pada periode akhir hidupnya, Alfian adalah salah seorang pengurus pusat Golongan Karya –partai pemerintah dan mesin politik Soeharto—di samping sebagai salah seorang Deputi pada BP-7, salah satu instrumen sistem otoriter Orde Baru.

 Sudah tentu, keterlibatan Alfian sebagai praktisi politik dan birokrat Orde Baru ini menimbulkan kontroversi mengenai posisi intelektualnya. Apalagi, sejak awal 1970-an, Alfian turut membangun perspektif teoritis tentang “Demokrasi Pancasila” sebagai semacam sintesa dari praktik “Demokrasi Liberal” era 1950-an, dan Demokrasi Terpimpin Soekarno pada paroh pertama 1960-an. Namun barangkali, disitulah sosok utuh dan juga unik dari Alfian. Di satu pihak, dia turut merintis perkembangan ilmu politik melalui profesi sebagai peneliti dan dosen, tetapi di pihak lain dia tidak pernah menjaga jarak dengan kekuasaan.

Secara agak sinis mungkin ada yang menyebut Alfian tidak konsisten atau sejenisnya. Akan tetapi, ilmu politik adalah sebuah disiplin yang berbicara tentang kekuasaan dengan berbagai problematiknya. Seorang peneliti ataupun dosen ilmu politik tak pernah benar-benar bisa menjaga jarak dari kekuasaan sebagai obyek kajiannya. Perspektif ideologis seorang peneliti ataupun dosen acapkali mewarnai pengamatan dan penilaiannya terhadap kekuasaan.

 Ditinjau dari kacamata demikian, Alfian sesungguhnya adalah sosok intelektual yang “terlibat”, terlepas dari penilaian minor tentang kualitas keterlibatannya, karena bisa sangat berbeda pada setiap orang. Alfian sendiri merumuskan format keterlibatan intelektualnya dengan menggagaskan pembentukan wadah bagi para sarjana dan atau ahli ilmu politik. Dimulai dengan pertemuan para sarjana dan atau ahli ilmu politik di Widya Graha LIPI, Jakarta, pada akhir Desember 1984, bersama-sama dengan sejumlah ilmuwan politik yang lain, Alfian mendirikan Asosiasi Ilmu Politik Indonesia (AIPI) pada  1985. Kelahiran AIPI diinspirasikan terutama oleh keberadaan asosiasi profesi prestisius sejenis, American Political Science Association (APSA), di Amerika Serikat. Seperti APSA yang menjadi wadah para ilmuwan politik Amerika dan menerbitkan jurnal ilmiah tentang perkembangan teori politik mutakhir, AIPI yang menjadi wadah para sarjana dan atau ahli politik Indonesia juga menerbitkan Jurnal Ilmu Politik sejak 1986. Alfian kemudian dikukuhkan sebagai Ketua Umum Pengurus Pusat AIPI yang pertama. Obsesi Alfian untuk mendirikan organisasi profesi serupa pada tingkat ASEAN belum sempat terwujud hingga akhir hayatnya.

Melalui AIPI, Alfian tidak hanya berobsesi tentang pengembangan pendidikan dan pengajaran ilmu politik berdasarkan state of the art dan perkembangan mutakhir, melainkan juga dalam rangka –meminjam bahasa Orde Baru—“memasyarakatkan” ilmu politik. Konteks pengembangan pendidikan dan pengajaran ilmu politik tampak dari pendirian cabang-cabang AIPI di kota-kota di mana terdapat universitas yang memiliki salah satu jurusan yang dicakup dalam lingkup ilmu politik, yakni ilmu politik, ilmu pemerintahan, administrasi negara, dan hubungan internasional. Sementara itu konteks diseminasi kajian-kajian politik dilakukan melalui penerbitan buku hasil seminar-seminar tentang isu politik mutakhir –seperti Seminar Nasional AIPI ke-19 tentang Pilkada Langsung yang akan diselenggarakan di Batam pada 22-24 Maret 2005 mendatang.

Seminar-seminar nasional yang diselenggarakan AIPI, yang sampai saat ini sudah berlangsung untuk ke-18 kalinya, tidak hanya menjadi momentum bagi interaksi di antara para sarjana dan atau ahli politik, melainkan juga menjadi wadah interaksi antara para akademisi ilmu politik dan praktisi politik serta birokrat. Oleh karena itu dalam perkembangannya selama 20 tahun terakhir, AIPI tidak hanya mendiskusikan perkembangan teori dan isu politik mutakhir, tetapi juga memberikan kontribusi pemikiran dan rekomendasi dalam rangka perubahan kebijakan, meski tidak semua rekomendasi AIPI diakomodasi oleh para perumus kebijakan. Dalam konteks perubahan terhadap UUD 1945 misalnya, AIPI sepeninggal Alfian dan melanjutkan tradisi yang pernah diletakkannya, pernah mengadakan kerjasama dengan PAH I MPR menyelenggarakan seminar di Pekanbaru, Riau.

 Sebagai pribadi, Alfian adalah sosok seorang demokrat dalam pengertian yang sesungguhnya. Meskipun posisi intelektualnya berbeda dan bahkan cenderung bertolak belakang dengan para koleganya di dalam dan di luar AIPI, Alfian tak pernah menjaga jarak dengan siapa pun. Dia bergaul dengan siapa saja tanpa memandang perbedaan ideologi dan pemikiran politik. Tak mengherankan jika Alfian bersahabat secara tulus dengan banyak orang dari beragam kalangan, baik di dalam maupun di luar pemerintahan, tanpa pernah merasa kehilangan intergritasnya.

Dalam profesinya sebagai peneliti, dosen, dan birokrat sekaligus, Alfian adalah sosok yang sangat berhasil. Alfian juga adalah seorang organisatoris yang berhasil, baik ketika menjadi Direktur LRKN LIPI, Ketua Departemen Ilmu Politik FIIS UI, dan Direktur Pusat Latihan Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial di Banda Aceh, maupun tatkala menjadi Ketua Umum PP AIPI. Namun sayangnya, Alfian gagal dalam satu hal, yakni mengendalikan pengaruh buruk rokok terhadap kesehatannya. Alfian dikenal sebagai seorang perokok berat dan penikmat sejati dari jenis makanan berkadar lemak tinggi, terutama masakan Padang yang menjadi kesukaannya.

 Setelah mengalami tiga kali operasi jantung, Alfian tak bisa lagi bertahan. Dia telah meninggalkan kita. Namun dia tak hanya dikenang karena buku-buku dan karya akademiknya, atau lantaran sosok pribadinya sebagai seorang yang demokrat, melainkan juga karena warisan semangatnya yang tak pernah henti mendorong para peneliti dan dosen muda untuk terus maju dan mengembangkan diri. Karena itu pula sudah sepantasnya jika AIPI menjelang Seminar Nasional XIX dan Kongres VI di Batam, menyelenggarakan kegiatan hari ini, tiada lain, kecuali dalam rangka menghormati dedikasi almarhum Doktor Alfian bagi perkembangan ilmu politik di Tanah Air.

Jakarta, 17 Maret 2005

Sumber http://www.aipi-politik.org/kolom-aipi/219-sekilas-tentang-dr-alfian

Read Full Post »